Minggu, 13 November 2011

Ekonomi RI Bagaikan Pesawat Terbang Otomatis

BALIKPAPAN - Peneliti dan Chief Executife Officer (CEO) Indonesia Center for Public Policy Studies (ICPPS) Nining I Soesilo menyebut ekonomi Indonesia tumbuh secara alami bagaikan sebuah pesawat yang diterbangkan dengan autopilot atau pilot otomatis.

Autopilot itu ya tidur saja bisa, masih jalan. Untungnya, pesawat masih bagus sehingga autopilotnya pun masih bisa jalan,” tukas Nining, yang juga kakak kandung Sri Mulyani ini saat ditemui di Hotel Novotel, Balikpapan, Minggu (13/11/2011).


Lebih jauh, ia menyatakan tingkat konsumerimse yang tinggi menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbah enam persen. Apalagi Indonesia menjadi negara yang banyak dibanjir produk luar negeri.

"Tapi pertumbuhan sektor manufaktur kita yang justru banyak menyerap tenaga kerja, hanya tumbuh tiga persen saja per tahun. Coba kalau produk-produk kita diekspor dalam bentuk barang yang memiliki nilai tambah kalau diolah dulu seperti rotan, Kakao jelas ini akan menyerap tenaga kerja. Tapi kita justru banyak ekspor tapi industry hilir tidak bergerak,” imbuh kandidat Ketua Ikatan Alumni ITB ini.

Nining mengaku memiliki data-data real atas pertumbuhan dan perkembangna ekspor Indonesia yang kabarnya meningkat.

"Ekspor kita yang meningkat itu ternyata hanya memberikan bentuk kontribusi bagi tenaga kerja itu hanya 10 persen. Ekspor kita seolah-olah naik ternyata juga hanya penguatan seslisih nilai mata uang rupiah,” sindir alumni ITB Aristektur 1982 silam.

Akibat sedikitnya penyerapan tenaga kerja terhadap keberadaan industri atau pasar yang sempit ini, membuat banyak sarjana-sarjana yang berkerja di luar bidangnya bahkan tak sedikit yang lebih memiliki mencari pekerjaan di luar negeri.

"Akibatnya, angkatan kerja banyak, tapi yang bisa menyerap mereka sedikit. Mereka yang capai-capai jadi insinyiur sulit bekerja dibidangnya. Di Indonesia ada lima juga pencari kerja tiap tahun," katanya.

Nining yang meraih gelas master dari IOWA University, juga memberi contoh tentang kenyataan dari sektor konstruksi. Menurut dia, saat ini sektor konstruksi tumbuh tujuh persen per tahun, tetapi penyedia jasa konstruksinya tumbuh 18 persen per tahun.

Hal itu membuat persaingan di sektor itu semakin berat dan kemudian cenderung mengorbankan kualitas pekerjaan. Dampak berikutnya, kontraktor Indonesia kalah bersaing dengan kontraktor asing.

Data lain menyebutkan, dari 1.000 penduduk Indonesia, hanya 18 orang yang menjadi produsen atau 0,018 wirausaha. Seharusnya Indonesia minimal harusnya dua persen," katanya

“Jadilah kita bangsa pembeli dan menjadi pasar bagi produk-produk bangsa lain,” sebut doktor ekonomi moneter dari Universitas Indonesia itu. Sebagai solusi dari semua, menurut Nining, pemerintah harus berani mengambil kebijakan-kebijakan yang taktis dan prorakyat yang menciptakan banyak pekerjaan atau jobfull growth.

Indonesia memerlukan pemimpin yang berani dalam mengambil keputusan yang tegas untuk mendobrak banyak kebuntuan yang dialami bangsa ini dan mau mengambil risiko untuk dihujat demi negara.

"Sekarang politik ramai terus ya jadi lupa kerja, terlalu sibuk ngurusi politik. Pemimpin juga harus berani mengambil risiko, harus berani mengambil kebijakan tidak popular dan berani tidak popular tapi prorakyat,” tandasnya. (ade)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar